Friday, February 8, 2013

Cuaca Hati : Siang yang Dingin




Angin berhembus dengan kencang-nya menembus sweater hitam tipis milik-ku. Entahlah, Cuaca cepat sekali berubah. Padahal 5 menit yang lalu matahari masih hangat memancarkan sinar-nya, dan sekarang bukan-nya panas yang seharusnya menyerang, tapi malah angin dingin yang sangat membeku-kan yang berhembus siang ini. Beku seperti sebuah bongkahan es besar yang tak tersinari. Beku seperti stalaklit tajam yang bisa melukaimu. Ya, Beku seperti hatinya.
 


Untuk petama kali-nya pelajaran sejarah membuat-ku bosan. Ucapan yang keluar dari mulut laki-laki tua itu  seakan terbang terbawa angin yang kencang. Entah memang cuaca yang membuat-ku tidak focus di kelas, atau aku memang sedang benar-benar memikirkan-nya.  Wajahnya selalu saja muncul ketika aku sedang melakukan apa-pun. Seperti sebuah kesalahan yang selalu terngiang di fikiran karena kita tak kunjung menyelesaikan nya. Ya, dia seperti sebuah kesalahan untuk-ku. Kesalahan yang manis. Aku tahu aku tidak bisa mendapatkan nya, tetapi aku terus berharap, dan itu membuat ku sakit. 

Dan bel tanda istirahat menjadi penyelamat-ku kali ini. Dengan semangat aku pergi ke sebuah ruangan dimana aku bisa menulis dengan tenang. Dan dimana aku bisa bertemu dan memandangi nya. Huh, aku tahu itu terlalu berlebihan. Tapi dia seakan menjadi sesuatu yang wajib aku temui ketika keadaan-ku sedang turun.

Dan saat aku membuka pintu, keadaan ruangan memang masih kosong, lalu aku masuk dan berjalan ke arah balkon di ruangan itu. Dari sini aku bisa mendengarkan apa yang dia kerjakan di dalam. Tanpa diketahui oleh Tara-nama laki-laki itu. Di ruangan ini aku bisa mendengar nya bernyanyi lagu kesayangan-nya. Hanya disini. Angin kembali berhembus. Aku mulai menikmati angin yang kencang ini. Aku mulai menulis beberapa kalimat untuk melengkapi sebuah cerita yang aku mulai buat seminggu lalu. Angin terus saja berhembus. Kali ini dengan suara yang aneh dan menakut-kan. Dan suara derap kaki. Tidak, ini bukan suara angin. Tara sudah ada di dalam ruangan! Akupun mencoba untuk terdiam. 

~Came up to meet you, tell you I’m sorry..

Nyanyian nya mulai terdengar samar. Lagu itu lagi. Tapi ketika dia terus bernyanyi, tiba-tiba terdengar dering panggilan. Dan nyanyian-nya pun berhenti.

“Halo? Ya Jasmine, I know that. Yeah. Tapi kenapa harus lewat telfon? Tidak. Benarkah? Kamu tahu aku sangat menyukaimu selama 3 tahun lamanya…”

Dan percakapan nya dengan wanita di telfon itu terus berlanjut. Jasmine? Bukan-kah dia wanita yang suara-nya bagus dan selalu tampil di sekolah itu? Wanita seksi berambut panjang itu? Tara…. Menyukainya? Dan seketika harapan yang selalu ku pertahankan runtuh saat itu juga. Angin berhembus semakin kencang. Aku memandang lurus ke arah depan. Matahari benar-benar terhalang awan kelabu. Seperti hati-ku yang tiba-tiba terselubungi perasaan sakit.

“Iya. Tapi itu dulu Jas, Sekarang aku berbeda. Aku bukan mainan-mu lain Jas. Dan kau harus tahu..”

Percakapan itu terus berlanjut sampai terdengar suara pintu terbuka. Dan pandangan kami pun bertemu…

“Dan kau harus tau…. Tunggu, aku akan telfon lagi nanti. Hei, apa yang kamu lakukan disini?”

Tanyanya setelah mematikan sambungan telfon tadi. Aku mencoba untuk tetap memandang matanya tapi aku tak bisa menahan perasaan ku jika melakukanya. Aku-pun menunduk ketika menjawab pertanyaan nya.

“Aku sedang menulis. Dan menyendiri” Aku berkata sambil menutup mataku. Tak ingin tahu reaksinya. 

“Nadine, aku tahu aku cuman teman satu sekolahmu, tapi kau harus percaya padaku. Kau harus masuk kedalam sekarang! Disini dingin sekali dan berbahaya” Ujarnya seraya mencoba menarik tangan-ku.

“No. I want to stay here. Apa aku meng-ganggumu Tara?” 
Bodoh! Aku tak seharusnya menjawab itu. Ahh, ketika dia di sisi-ku membuat otak-ku tidak berfungsi sempurna.

“Tentu tidak, tapi kau harus tetap masuk Nad, kau terlihat kedinginan, but if you don’t mind just use my jacket” 

Dan akupun merasakan sebuah beban di punggung-ku. Jaket jeans milik-nya. Yang selalu dia pakai. Dan pada saat yang sama dia pun menarik-ku berdiri, dan merangkul-ku kedalam. Kenapa dia melakukan-nya? Bukan-nya dia sudah punya Jasmine?

Dan kami pun duduk bersampingan. Dalam jarak 10 meter berdekatan dengan-nya pun sudah membuat jantungku berdetak cepat. Apalagi 1 meter, seperti sekarang. 

“Apakah kamu baik-baik saja? Terlihat aneh bagi-ku ada seseorang disana. Biasanya sepi”

“Aku sering kesana. Mungkin kamu yang tak menyadari nya Ra.” Ujar-ku mencoba tersenyum

“Oh really? Seharusnya kita bisa bersama kesana. View dari balkon itu bagus bukan?” Apakah itu sebuah ajakan? Atau apa?

“Ya, mungkin” Aku tidak tahu harus jawab apa lagi. Matanya tidak berpaling dari-ku. Apakah dia selalu seperti ini?
 Dia terdiam. Kami berdua sama-sama terdiam. Dia menoleh sekilas ke arah buku di pangkuan-ku.

“Bolehkah aku melihatnya?” Tanya Tara. Dan akupun mengangguk.

“Love is when you need someone and he’s here right beside you. Wah aku setuju sekali!” Dia membacakan salah satu kutipan di buku-ku dan tersenyum.

“Memang. Seperti Jasmine yang selalu ada untuk-mu kan?” Aku berterus terang kali ini walaupun aku tahu ini memang terlalu nekat.

“Jasmine? Memang nya dia kenapa?”

“Dia pacarmu kan?”

“Tentu bukan. Bagaimana aku bisa berhubungan dengan gadis lain ketika aku selalu menyimpan rasa belakangan ini kepada gadis lain?” Jawabnya dengan lengkap. Oh? Apakah dia jujur? Aku kecewa lagi. Meskipun bukan jasmine, tapi masih ada gadis lain yang ternyata dia sukai. Yah apa boleh buat? Kita tak bisa memaksakan kehendak bukan?

“Really? Siapakah gadis beruntung itu?” Tanya-ku dengan pertahanan yang hamper kembali ambruk. Mencoba tersenyum, menahan tangis ketika bertanya itu.

“Namanya Nadine. Dia ada di sebelah-ku sekarang.”
 Dan pada saat yang bersamaan pintu pun terbuka dan angin masuk menyejukan suasana ruangan yang mulai panas karena perasaan yang sebenarnya terungkap, dan menerbangkan kebingungan yang selama ini hinggap…

No comments:

Post a Comment