Siang itu aku berjalan terburu-buru menuju sebuah ruangan di
sekolah. Siang yang sangat panas untuk seorang perempuan yang memakai rok
panjang dan baju berlengan panjang. Aku melihat sekeliling, orang-orang belum
berdatangan. Hari ini minggu, seharusnya aku sekarang berada di kamar, dan
melakukan sederet daftar panjang yang aku sudah ingin lakukan sejak seminggu
terakhir ini. Walaupun akhir nya harus berakhir di sekolah.
Handphone ku berbunyi. Akupun merogoh tas soft pink kecil ku
dan mencari-cari benda berwarna biru itu. Dan tertulis nama ‘FARO’ di layar.
“Halo?”
“Kay, kamu dimana? Ini aku udah di sekolah nih. Cepet yah,
see you..”
“Far, emang…”
Dan ketika aku akan menjawab, sambungan telfon terputus
tiba-tiba. Aku pun mempercepat langkah-ku untuk menuju ruang seni. Tepat
seluruh teman sekelas-ku akan berkumpul untuk membicarakan private prom nite
kelas kami. Ya, sudah tidak terasa aku sudah hampir 3 tahun berada di sekolah
ini. Bau rumput basah ketika pagi hari melewati taman sekolah, bangku kayu tua
yang masih terpampang jelas di kelas kami, lomba kebersihan kelas, lomba 17
agustus, acara contek-mencontek pagi hari, kantin yang penuh riuh saat jam
istirahat, dan celotehan guru-guru. Semuanya.
“Kayla!!”
Akupun kembali tersadar kembali ke masa sekarang mendengar
teriakan itu. Aku menoleh lurus kedepan. Faro sudah disana. Aku pun tersenyum
dan berjalan ke arah nya.
“Kay, kamu lihat yang lain gak sih? Aduhh, ini kan udah
siang. Kita belum beli beberapa peralatan dan bahan masalahnya”
Faro bertanya dengan muka super panic. Dia memang salah
seorang yang merekomendasikan acara ini dan bagian dari bagian yang bertanggung
jawab masalah dekorasi.
“Mungkin masih dijalan. Emang tinggal apa aja Far? Kenapa kamu
yang ga beli sendiri aja sih?” Jawab ku.
“Masalahnya, aku gak bawa mobil Kay”
“Bisa jalan kan? Toh, masih banyak kendaraan umum. Kamu lagi
sakit kaki ya?” Jawab ku sambil tertawa menyindir nya.
“Engg, engga sih. Tapi sama kamu ya?”
Dan saat itu juga aku berhenti tertawa, dan tersenyum. Lalu
Tanpa banyak bicara, kami pun berangkat menuju tempat yang faro tuju.
Semua tujuan butuh perjalanan. So, here I am. Duduk
berhadapan di mobil berwarna pink dan tertawa mendengarkan cerita
masing-masing, seakan tidak ada siapa-siapa lagi disitu. Percakapan yang
sederhana memang, tentang kemana kita akan melanjutkan studi atau hal-hal yang
mainstream lain-nya. Tapi entahlah, cara dia bicara selalu mebuat-ku tersenyum.
Aku dan Faro pun turun di depan sebuah toko roti dan mulai
berjalan kembali. Dan ketika dia mendengarkan celotehan-ku yang tak pernah
berhenti, yang tadinya Faro tersenyum, kini wajahnya memandang lurus tak
ber-ekspresi kea rah depan.
“Kay, kamu bawa payung?” Tanya-nya.
“Engga, aku lupa. Memangnya kenapa?”
“Engga.” Ucapnya sambil tersenyum.
Kami pun melanjutkan berjalan, tapi dalam diam. Aku bingung
apa yang sedang dia fikirkan sekarang. Dan tanpa kami sadari udara berubah
semakin dingin. Kilat terlihat menyambar diatas kepala kami. Aku tahu ini
berlebihan, tapi ini benar-benar terjadi. Dan Hujan pun turun dengan derasnya.
Aku merasakan sebuah tangan merengkuh bahu-ku dan menarik-ku
ke sebuah tempat yang berteduhkan sebuah atap. Halaman sebuah rumah yang tidak
aku kenal.
“Kamu ga apa-apa kan? Mau nunggu Reda atau lanjut?”
“Nggak ko. Kita lanjut aja. Cuma hujan ko. Aku gak pernah
sakit karna hujan” Jawabku tersenyum.
“Ok, so, use this one and…” Ujarnya sambil meletakan jaket
biru nya ke tubuh-ku dan mencari sesuatu di tas nya. Dan mengeluarkan sesuatu. Sebuah
payung berwarna navy blue.
“Ayo!” Dan kami pun kembali berjalan berdampingan dibawah
payung navy blue.
Dan aku baru sadari, dia begitu peduli padaku. Hujan yang
begitu derasnya menimpa bumi, petir yang menyambar-nyambar dengan kilat nya
yang menyeramkan, air yang mulai membasahi kaki-ku. Tapi baru aku sadari,
pertama kalinya aku tidak takut akan petir dan air hujan itu, dan tak lelah
berjalan bermeter-meter. Itu semua karena dia. Ya, aku rasa aku jatuh cinta….
(to be continued)
No comments:
Post a Comment