Sunday, March 4, 2012

Bunga Dandelion, Mimpi, dan Dokter

Author: 
Hasna Soraya & Nurva Widia




Dandelion, bunga yang terlihat sangat lemah dan rapuh bila angin datang dan menggoyangkanya, tapi Dandelion masih tetap berusaha menjadi tegar dan kuat melawan terpaan angin yang setiap saat akan mencabutnya dari tempatnya. Karna Dandelion yakin, angin akan membawanya ke tempat ia seharusya berada.”

_______
Sore hari ini terlihat cerah, Matahari seperti enggan meninggalkan bumi yang selalu ia beri cahaya setiap harinya. Aku masih saja termenung memandangi sebuah bunga Dandelion yang mekar dengan indah di halamanku, aku kagum dengan bunga ini. Ya, sangat kagum! Bunga ini memberikan sebuah inspirasi yang selalu membuat hariku lebih semangat. Dandelion mengajarkanku untuk selalu tegar menghadapi cobaan yang terus mendatangiku, karna aku yakin, semua cobaan itu pasti akan membawaku ke hidup yang lebih baik dari sebelumnya. Kau tahu mengapa?
Namaku Bintang Dandelion. Papa dan mamaku memberikan nama itu untukku karena mereka berharap aku bisa menjadi seperti sebuah Bintang yang menerangi gelapnya malam, dan seperti Bunga Dandelion yang selalu tegar dan kuat walaupun angin datang mengganggunya.
_____________________________

Semua rasa menyeruak ke dasar relung hatiku saat ini. Langit senja kali ini kulihat mulai kelabu, dan aku masih tetap berada disini, di batas ketidakberdayaan dan keangkuhan. Kesunyian senja kali ini mengantarkan aku pada sebuah rasa menginginkan dan memberikan. Menginginkan apa yang dari dulu pantas aku dapatkan dan memberikan apa yang aku punya untuk membahagiakan orangtuaku.
 Tadi siang, guru membagikan angket tentang cita-cita ke seluruh murid di sekolah. Dan ternyata, hanya aku yang memilih Dokter sebagai ‘calon’ pekerjaanku nanti, dan seluruh teman-temanku malah menertawakanku. Kenapa sih? Sebenarnya apa yang salah dari profesi dokter? Aku tau cita-cita jadi Dokter itu banyak dimimpikan oleh anak kecil yang masih ingusan, tapi tolong deh! Setiap orang kan punya pendapat sendiri tentang suatu profesi. Pokok nya, aku tetap akan berusaha untuk jadi seorang Dokter!
Mungkin orang berpikir bahwa aku terlalu kecil untuk merencanakan masa depan ku nanti. Atau malah orang-orang mengatai ku si gadis tukang mimpi. Tapi aku yakin, suatu hari nanti, aku akan membuktikan pada dunia, bahwa si gadis tukang mimpi telah berhasil meraih mimpinya. Seorang Bintang Dandelion pasti bisa meraih mimpinya.
_____________________________
Buku-buku berserakan di sekitarku, laptopku pun masih menyala menampilkan semua hasil yang tadi aku cari di situs google.com itu. ‘Bagaimana menjadi seorang dokter yang baik’ ‘Panduan untuk dokter pemula’ ‘Penyakit di mata dokter’ semua tulisan itu di cetak besar di setiap buku yang aku baca. Yah, aku masih terobsesi menjadi seorang dokter.
“Bintang, Kamu itu tidak ada bosan nya ya?” Mama masuk ke kamarku sambil menyodorkan sebuah bungkusan. Aku membukanya.
“Wah, makasih Mama, engga mah Yasmin mau terus berusaha buat jadi dokter. Biar bisa buat Mama sama Papa bangga! Ngomong-ngomong, makasih ya Ma bukunya, aku kebetulan lagi sekali baca buku yang satu ini.”
“Sama-sama sayang”
Akupun kembali membaca buku-buku di sekitarku. Tanpa terasa aku pun tertidur. Dengan nyenyak.
_____________________________
Ketika aku masih berusia 6 tahun, ayahku meninggal di tangan seorang dokter yang tidak becus menangani penyakitnya. Ayahku menderita Tumor Otak yang sudah tergolong ganas. Lalu, suatu hari ayah memutuskan untuk menjalani operasi pengangkatan Tumor, dan aku tak menyangka, di hari itu juga Ayah meninggalkan dunia ini. Kalian tau mengapa ayah meninggal? Salah seorang dokter yang menangani operasi Ayah tanpa sengaja meninggalkan sebuah kapas kecil di otaknya, dan itu merupakan kesalahan yang sangat fatal. Ya, ayahku meninggal di tangan seorang dokter.
Sejak saat itu, aku bertekad untuk menjadi Dokter. Menjadi seorang Dokter yang baik dan akan menyelamatkan seluruh orang di Dunia yang sakit jika aku mampu. Tidak seperti Dokter yang membunuh ayahku itu.
Ditambah lagi bunga Dandelion yang Ayah dulu tanam di halaman rumahku. Membuatku lebih bersemangat meraih impianku.
_____________________________



Hari ini aku ada jadwal ke Dokter. Pergi kesana sering kali membuatku senang, atau malah sangat takut. Tapi kali ini berbeda. Aku punya rencana lain selain untuk memeriksakan kembali tubuhku.
“Nak Bintang, gimana keadaanya, sehat?” Tanya Dokter Fifin, teman Mama.
“Iya tante. oh ya, aku boleh minta sesuatu?”
“boleh. Apa itu?”
“Tante, aku boleh pinjam stetoskop dan jas Dokter punya tante tidak? Sebentar saja.”    
“Tentu. Untuk apa?” Tanya tante Fifin keheranan.
“Aku  ingin saja. Boleh kan?”
“Baiklah kalau begitu. Ini.” Terimakasih tante Fifin hihi
Aku lalu bergegas memakai jas itu dan mengalungkan stetoskop di leherku, dan langsung mengambil foto diriku dari sebuah kamera yang memang sudah aku persiapkan dari tadi.
“Wow, ternyata kamu sudah mempersiapkan ini dari rumah ya?” Mama kaget
“yap!” jawabku singkat.
“untuk apa?” Mama masih kebingungan melihatku.
“lihat saja nanti hihi”
Setelah tante Fifin, umm, Dokter Fifin selesai memeriksaku, aku pun langsung pulang ke rumah dengan raut muka yang sangat senang! Bagaimana tidak? Rencana pertamaku untuk menjadi calon dokter selesai!
_____________________________

Kau tahu apa yang aku lakukan dengan foto kemarin? Aku meng-edit foto itu dengan sebuah gambar salah bangunan di Universitas Indonesia dan menambahkan fotoku yang menggunakan jas Dokter itu seakan-akan aku mahasiswi kedokteran disana. Hey! Itu tidak salah kan? Bagiku itu langkah awal untukku supaya termotivasi untuk belajar lebih baik.

_____________________________



Hari ini cahaya di langit meredup. Langit kehilangan seorang Bintang yang selalu menerangi hariku selama ini. Mama meninggal. Entah bagaimana itu bisa terjadi. Mama tidak pernah menceritakan apapun tentang kesedihannya kepadaku. Hari itu aku berniat membangunkan Mama karena tidak biasanya ia bangun telat. Dan ternyata, ia tidur untuk selamanya. Mama, aku sayang kamu. Terimakasih untuk semuanya.
_____________________________
“Dandelion, bunga yang terlihat sangat lemah dan rapuh bila angin datang dan menggoyangkanya, tapi Dandelion masih tetap berusaha menjadi tegar dan kuat melawan terpaan angin yang 
setiap saat akan mencabutnya dari tempatnya. Jika dandelion itu memang harus diterbangkan 
oleh sang angin, dandelion rela dan tidak akan bersedih. Karena dandelion percaya angin tidak akan menyakitinya, meskipun diterbangkan oleh angin dan tak tahu kemana arah terbangnya, 
dandelion juga tidak takut jika nantinya setelah diterbangkan oleh sang angin ia harus tertinggal ditanah yang gersang dandelion tetap tegar dan mencari setitik celah dan berjuang untuk tetap hidup. Serta saat dandelion disandingkan dengan ilalang jalanan yang sangat jarang dapat 
melihat dan menyadari keberadaannya juga tidak membuatnya sedih, karena ia memang bagian dari itu. Dia tak pernah berhenti berusaha. Dandelion percaya bahwa setelah dia terbang 
melintasi jagad raya, meniti kehidupan yang penuh kesulitan, suatu hari nanti, sejauh apapun 
dia telah pergi, dia akan kembali, dia akan kembali lagi ketempat dimana dia berasal.”
_____________________________

Aku sangat terpukul oleh kematian Mama. Rencanaku untuk menjadi Dokter, semula sempat pudar. Tapi aku teringat pesan Papa ketika melihat bunga Dandelion itu di depan rumah. Aku harus kuat menghadapi cobaan ini. Tuhan tahu yang terbaik untuk kita.
Sekarang, aku tinggal dengan tante Fifin. Karena aku sudah tidak punya saudara lagi. Beruntungnya diriku, Mama mempunyai teman yang baik seperti tante Fifin. Aku tahu, tuhan memang baik.

_____________________________



Bagaimana tidak senang? Aku tinggal di rumah seorang Dokter sungguhan! Tante Fifin mengajariku bagaimana caranya supaya menjadi Dokter yang baik. Cara memeriksa detak jantung, tekanan darah, dan lain-lain. Aku tahu kita tidak perlu belajar dengan seorang Dokter jika hanya ingin belajar seperti itu. Tapi ada yang lebih bermanfaat bagiku selain itu, Tante Fifin menceritakan pengalamannya mulai dari pertama kali menjadi Dokter, hingga sekarang.
Aku dapat pelajaran berharga dari tante Fifin. Ternyata kita memang harus mengejar mimpi kita bagaimanapun situasinya.
_____________________________


Hari ini hari pertamaku masuk kuliah. Aku lulus seleksi dengan nilai diatas rata-rata. Dan tanpa disangka aku mendapatkan beasiswa dari universitas tempatku kuliah. Walaupun bukan beasiswa penuh, setidaknya aku dapat mengurangi beban tante Fifin yang membiayaiku selama ini. Aku harap aku bisa bertahan disini, menjadi dokter yang sukses dimasa depan.


____________________________



[Singapore, 5 tahun kemudian]
“The next patient, please come to Doctor’s room” Seorang Perawat memanggil pasien selanjutnya yang sedang berada di rumah sakit untk memasuki ruangan Dokter.
Seorang lelaki paruh baya berjalan lemas ke arah ruangan Dokter.
“yes sir, have a sit” perintah suara merdu yang berasal dari seorang wanita.
“Bintang?”  Tanya pasien itu
“ya? Ada yang bisa saya bantu?” Jawab si Dokter dengan tersenyum.
“Kau tidak ingat aku? Aku Rio! Teman SMA mu dulu!”
“ya ampun? Bagaimana kabarmu? Kau sakit apa?”
“Aku kena kanker Bintang, 1 tahun yang lalu. Aku biasanya berobat disini. Tapi tak pernah melihatmu. Dokter baru? Selamat ya J aku jadi ingat tentang cita-cita mu dulu. Hebat sekali kamu bisa membuat mimpimu jadi kenyataan” Lelaki itu berkata dengan muimik yang kaget sekaligus tersenyum senang.
_____________________________


Mimpi. Ada apa dengan 5 huruf itu? Asal kau tahu saja, banyak sekali keajaiban yang bermulai dari mimpi.
Mimpi. Begitu rumit, susah untuk dinalarkan. Semua orang memilikinya.
Mimpi. Hanya orang-orang yang mau bermimpi yang akan bisa menjadi orang yang sukses.
Dibarengi tekad, dan motivasi.
Jangan takut bermimpi.
Ya, Bermimpilah!

_____________________________

p.s:
thanks for ka Widi for some text here that i've got from you :)

No comments:

Post a Comment