Author:
“Dandelion, bunga yang terlihat sangat lemah dan rapuh bila angin
datang dan menggoyangkanya, tapi Dandelion masih tetap berusaha menjadi tegar
dan kuat melawan terpaan angin yang setiap saat akan mencabutnya dari
tempatnya. Karna Dandelion yakin, angin akan membawanya ke tempat ia seharusya
berada.”
_______
Sore hari ini
terlihat cerah, Matahari seperti enggan meninggalkan bumi yang selalu ia beri
cahaya setiap harinya. Aku masih saja termenung memandangi sebuah bunga
Dandelion yang mekar dengan indah di halamanku, aku kagum dengan bunga ini. Ya,
sangat kagum! Bunga ini memberikan sebuah inspirasi yang selalu membuat hariku
lebih semangat. Dandelion mengajarkanku untuk selalu tegar menghadapi cobaan
yang terus mendatangiku, karna aku yakin, semua cobaan itu pasti akan membawaku
ke hidup yang lebih baik dari sebelumnya. Kau tahu mengapa?
Namaku Bintang Dandelion.
Papa dan mamaku memberikan nama itu untukku karena mereka berharap aku bisa
menjadi seperti sebuah Bintang yang menerangi gelapnya malam, dan seperti Bunga
Dandelion yang selalu tegar dan kuat walaupun angin datang mengganggunya.
_____________________________
Semua rasa menyeruak ke dasar
relung hatiku saat ini. Langit senja kali ini kulihat mulai kelabu, dan aku
masih tetap berada disini, di batas ketidakberdayaan dan keangkuhan. Kesunyian
senja kali ini mengantarkan aku pada sebuah rasa menginginkan dan memberikan.
Menginginkan apa yang dari dulu pantas aku dapatkan dan memberikan apa yang aku
punya untuk membahagiakan orangtuaku.
Tadi siang, guru membagikan angket tentang
cita-cita ke seluruh murid di sekolah. Dan ternyata, hanya aku yang memilih
Dokter sebagai ‘calon’ pekerjaanku nanti, dan seluruh teman-temanku malah
menertawakanku. Kenapa sih? Sebenarnya apa yang salah dari profesi dokter? Aku
tau cita-cita jadi Dokter itu banyak dimimpikan oleh anak kecil yang masih
ingusan, tapi tolong deh! Setiap orang kan punya pendapat sendiri tentang suatu
profesi. Pokok nya, aku tetap akan berusaha untuk jadi seorang Dokter!
Mungkin orang berpikir bahwa
aku terlalu kecil untuk merencanakan masa depan ku nanti. Atau malah
orang-orang mengatai ku si gadis tukang mimpi. Tapi aku yakin, suatu hari
nanti, aku akan membuktikan pada dunia, bahwa si gadis tukang mimpi telah
berhasil meraih mimpinya. Seorang Bintang Dandelion pasti bisa meraih mimpinya.
_____________________________
Buku-buku berserakan di
sekitarku, laptopku pun masih menyala menampilkan semua hasil yang tadi aku
cari di situs google.com itu. ‘Bagaimana menjadi seorang dokter yang baik’
‘Panduan untuk dokter pemula’ ‘Penyakit di mata dokter’ semua tulisan itu di
cetak besar di setiap buku yang aku baca. Yah, aku masih terobsesi menjadi
seorang dokter.
“Bintang, Kamu itu tidak ada
bosan nya ya?” Mama masuk ke kamarku sambil menyodorkan sebuah bungkusan. Aku
membukanya.
“Wah, makasih Mama, engga
mah Yasmin mau terus berusaha buat jadi dokter. Biar bisa buat Mama sama Papa
bangga! Ngomong-ngomong, makasih ya Ma bukunya, aku kebetulan lagi sekali baca
buku yang satu ini.”
“Sama-sama sayang”
Akupun kembali membaca buku-buku di sekitarku. Tanpa
terasa aku pun tertidur. Dengan nyenyak.
_____________________________
Ketika aku masih berusia 6
tahun, ayahku meninggal di tangan seorang dokter yang tidak becus menangani
penyakitnya. Ayahku menderita Tumor Otak yang sudah tergolong ganas. Lalu,
suatu hari ayah memutuskan untuk menjalani operasi pengangkatan Tumor, dan aku
tak menyangka, di hari itu juga Ayah meninggalkan dunia ini. Kalian tau mengapa
ayah meninggal? Salah seorang dokter yang menangani operasi Ayah tanpa sengaja
meninggalkan sebuah kapas kecil di otaknya, dan itu merupakan kesalahan yang
sangat fatal. Ya, ayahku meninggal di tangan seorang dokter.
Sejak saat itu, aku bertekad
untuk menjadi Dokter. Menjadi seorang Dokter yang baik dan akan menyelamatkan
seluruh orang di Dunia yang sakit jika aku mampu. Tidak seperti Dokter yang
membunuh ayahku itu.
Ditambah lagi bunga
Dandelion yang Ayah dulu tanam di halaman rumahku. Membuatku lebih bersemangat
meraih impianku.
_____________________________
Hari ini aku ada jadwal ke
Dokter. Pergi kesana sering kali membuatku senang, atau malah sangat takut. Tapi
kali ini berbeda. Aku punya rencana lain selain untuk memeriksakan kembali
tubuhku.
“Nak Bintang, gimana
keadaanya, sehat?” Tanya Dokter Fifin, teman Mama.
“Iya tante. oh ya, aku boleh
minta sesuatu?”
“boleh. Apa itu?”
“Tante, aku
boleh pinjam stetoskop dan jas Dokter punya tante tidak? Sebentar saja.”
“Tentu. Untuk
apa?” Tanya tante Fifin keheranan.
“Aku ingin saja. Boleh kan?”
“Baiklah kalau
begitu. Ini.” Terimakasih tante Fifin hihi
Aku lalu bergegas memakai
jas itu dan mengalungkan stetoskop di leherku, dan langsung mengambil foto
diriku dari sebuah kamera yang memang sudah aku persiapkan dari tadi.
“Wow, ternyata kamu sudah
mempersiapkan ini dari rumah ya?” Mama kaget
“yap!” jawabku singkat.
“untuk apa?” Mama masih
kebingungan melihatku.
“lihat saja nanti hihi”
Setelah tante Fifin, umm, Dokter Fifin selesai
memeriksaku, aku pun langsung pulang ke rumah dengan raut muka yang sangat
senang! Bagaimana tidak? Rencana pertamaku untuk menjadi calon dokter selesai!
_____________________________
Kau tahu apa yang aku lakukan
dengan foto kemarin? Aku meng-edit foto itu dengan sebuah gambar salah bangunan
di Universitas Indonesia dan menambahkan fotoku yang menggunakan jas Dokter itu
seakan-akan aku mahasiswi kedokteran disana. Hey! Itu tidak salah kan? Bagiku
itu langkah awal untukku supaya termotivasi untuk belajar lebih baik.
_____________________________
Hari ini cahaya di langit
meredup. Langit kehilangan seorang Bintang yang selalu menerangi hariku selama
ini. Mama meninggal. Entah bagaimana itu bisa terjadi. Mama tidak pernah
menceritakan apapun tentang kesedihannya kepadaku. Hari itu aku berniat
membangunkan Mama karena tidak biasanya ia bangun telat. Dan ternyata, ia tidur
untuk selamanya. Mama, aku sayang kamu. Terimakasih untuk semuanya.
_____________________________
“Dandelion, bunga yang terlihat sangat lemah dan rapuh bila angin datang dan menggoyangkanya, tapi Dandelion masih tetap berusaha menjadi tegar dan kuat melawan terpaan angin yang
setiap saat akan mencabutnya dari tempatnya. Jika dandelion itu memang harus diterbangkan
oleh sang angin, dandelion rela dan tidak akan bersedih. Karena dandelion percaya angin tidak akan menyakitinya, meskipun diterbangkan oleh angin dan tak tahu kemana arah terbangnya,
dandelion juga tidak takut jika nantinya setelah diterbangkan oleh sang angin ia harus tertinggal ditanah yang gersang dandelion tetap tegar dan mencari setitik celah dan berjuang untuk tetap hidup. Serta saat dandelion disandingkan dengan ilalang jalanan yang sangat jarang dapat
melihat dan menyadari keberadaannya juga tidak membuatnya sedih, karena ia memang bagian dari itu. Dia tak pernah berhenti berusaha. Dandelion percaya bahwa setelah dia terbang
melintasi jagad raya, meniti kehidupan yang penuh kesulitan, suatu hari nanti, sejauh apapun
dia telah pergi, dia akan kembali, dia akan kembali lagi ketempat dimana dia berasal.”
_____________________________
Aku sangat terpukul oleh kematian
Mama. Rencanaku untuk menjadi Dokter, semula sempat pudar. Tapi aku teringat
pesan Papa ketika melihat bunga Dandelion itu di depan rumah. Aku harus kuat
menghadapi cobaan ini. Tuhan tahu yang terbaik untuk kita.
Sekarang, aku tinggal dengan
tante Fifin. Karena aku sudah tidak punya saudara lagi. Beruntungnya diriku,
Mama mempunyai teman yang baik seperti tante Fifin. Aku tahu, tuhan memang
baik.
_____________________________
Bagaimana tidak senang? Aku
tinggal di rumah seorang Dokter sungguhan! Tante Fifin mengajariku bagaimana
caranya supaya menjadi Dokter yang baik. Cara memeriksa detak jantung, tekanan
darah, dan lain-lain. Aku tahu kita tidak perlu belajar dengan seorang Dokter
jika hanya ingin belajar seperti itu. Tapi ada yang lebih bermanfaat bagiku
selain itu, Tante Fifin menceritakan pengalamannya mulai dari pertama kali
menjadi Dokter, hingga sekarang.
Aku dapat pelajaran berharga
dari tante Fifin. Ternyata kita memang harus mengejar mimpi kita bagaimanapun
situasinya.
_____________________________
Hari ini hari pertamaku
masuk kuliah. Aku lulus seleksi dengan nilai diatas rata-rata. Dan tanpa
disangka aku mendapatkan beasiswa dari universitas tempatku kuliah. Walaupun bukan
beasiswa penuh, setidaknya aku dapat mengurangi beban tante Fifin yang
membiayaiku selama ini. Aku harap aku bisa bertahan disini, menjadi dokter yang
sukses dimasa depan.
____________________________
[Singapore, 5 tahun kemudian]
“The next patient, please
come to Doctor’s room” Seorang Perawat memanggil pasien selanjutnya yang sedang
berada di rumah sakit untk memasuki ruangan Dokter.
Seorang lelaki paruh baya berjalan lemas ke arah
ruangan Dokter.
“yes sir, have a sit”
perintah suara merdu yang berasal dari seorang wanita.
“Bintang?” Tanya pasien itu
“ya? Ada yang bisa saya
bantu?” Jawab si Dokter dengan tersenyum.
“Kau tidak ingat aku? Aku
Rio! Teman SMA mu dulu!”
“ya ampun? Bagaimana
kabarmu? Kau sakit apa?”
“Aku kena kanker Bintang, 1
tahun yang lalu. Aku biasanya berobat disini. Tapi tak pernah melihatmu. Dokter
baru? Selamat ya J aku jadi ingat tentang
cita-cita mu dulu. Hebat sekali kamu bisa membuat mimpimu jadi kenyataan”
Lelaki itu berkata dengan muimik yang kaget sekaligus tersenyum senang.
_____________________________
Mimpi. Ada apa dengan 5
huruf itu? Asal kau tahu saja, banyak sekali keajaiban yang bermulai dari
mimpi.
Mimpi. Begitu rumit, susah
untuk dinalarkan. Semua orang memilikinya.
Mimpi. Hanya orang-orang
yang mau bermimpi yang akan bisa menjadi orang yang sukses.
Dibarengi tekad, dan
motivasi.
Jangan takut bermimpi.
Ya, Bermimpilah!
_____________________________
No comments:
Post a Comment